Pengertian Kurikulum
Menurut para Ahli | Kurikulum adalah
perangkat pendidikan yang merupakan jawaban terhadap kebutuhan dan tantangan
masyarakat. Secara etimologis, kurikulum merupakan tejemahan dari kata curriculum
dalam bahasa Inggris, yang berarti rencana pelajaran. Curriculum berasal
dari bahasa latin currere yang berarti berlari cepat, maju dengan cepat,
menjalani dan berusaha untuk. Banyak defenisi kurikulum yang pernah dikemukakan
para ahli. Defenisi-defenisi tersebut bersifat operasioanl dan sangat membantu
proses pengembangan kurikulum tetapi pengertian yang diajukan tidak pernah
lengkap. Ada ahli yang mengungkapkan bahwa kurikulum adalah pernyataan mengenai
tujuan (MacDonald; Popham), ada juga yang mengemukakan bahwa kurikulum adalah
suatu rencana tertulis (Tanner, 1980).
Secara semantik, kurikulum senantiasa terkait
dengan kegiatan pendidikan. Kurikulum sebagai jembatan untuk mendapatkan
ijasah. Secara konseptual, kurikulum adalah perangkat pendidikan yang merupakan
jawaban terhadap kebutuhan dan tantangan masyarakat (Olivia, 1997:60). Pengertian
kurikulum ini sangat fundamental dan menggambarkan posisi sesungguhnya
kurikulum dalam suatu proses pendidikan. Dalam sejarah kurikulum Indonesia
telah berulang kali melakukan penggantian kurikulum seperti
- Tahun 1947-Leer Plan (Rencana
Pelajaran),
- Tahun 1952-Rencana Pelajaran
Terurai,
- Tahun 1964-Rentjana
Pendidikan,
- Tahun 1968-Kurikulum
1968,
- Tahun 1975-Kurikulum
1975,
- Tahun 1984-Kurikulum
1984,
- Tahun 1994 dan 1999-Kurikulum
1994 dan Suplemen Kurikulum 1999,
- Tahun 2004-Kurikulum Berbasis
Kompetensi,
- Tahun 2006-Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan,
- Tahun 2013-Kurikulum 2013.
Berikut ini beberapa pengertian kurikulum
yang dikemukakan oleh para ahli:
- Pengertian Kurikulum Menurut
Kerr, J. F (1968): Kurikulum adalah semua pembelajaran yang dirancang dan
dilaksanakan secara individu ataupun secara kelompok, baik di sekolah
maupun di luar sekolah.
- Pengertian Kurikulum Menurut
Inlow (1966): Kurikulum adalah usaha menyeluruh yang dirancang oleh
pihak sekolah untuk membimbing murid memperoleh hasil pembelajaran yang
sudah ditentukan.
- Pengertian Kurikulum Menurut
Neagley dan Evans (1967): kurikulum adalah semua pengalaman yang dirancang dan
dikemukakan oleh pihak sekolah.
- Pengertian Kurikulum Menurut
Beauchamp (1968): Kurikulum adalah dokumen tertulis yang mengandung isi
mata pelajaran yang diajar kepada peserta didik melalui berbagai mata
pelajaran, pilihan disiplin ilmu, rumusan masalah dalam kehidupan
sehari-hari.
- Pengertian Kurikulum Menurut
Good V. Carter (1973): Kurikulum adalah kumpulan kursus ataupun urutan
pelajaran yang sistematik.
- Pengertian Kurikulum Menurut UU
No. 20 Tahun 2003: Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan nasional.
Referensi:
- Tim Pengembang Ilmu Pendidikan.
2007. Ilmu & Aplikasi Pendidikan. Bandung: IMTIMA
BAB II
FUNGSI DAN PERAN KURIKULUM DALAM PROSES PEMBELAJARAN
Pengertian kurikulum berkembang sejalan dengan
perkembangan yang terjadi dalam dunia pendidikan. Dalam pengertian sederhana,
kurikulum dianggap sebagai sejumlah mata pelajaran (subjects) yang harus
ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran untuk
memperoleh ijazah, sedangkan dalam pengertian lebih luas kurikulum mencakup
semua pengalaman belajar (learning experiences) yang dialami siswa dan
mempengaruhi perkembangan pribadinya.
Kurikulum memiliki peranan yang sangat strategis dalam
pencapaian tujuan pendidikan. Terdapat tiga peranan kurikulum yang dinilai
sangat penting, yaitu peranan konservatif, peranan kritis atau evaluatif, dan
peranan kreatif. Ketiga peranan kurikulum tersebut harus berjalan seimbang dan
harmonis untuk mencapai tujuan pendidikan secara optimal. Pelaksanaan ketiga
peranan kurikulum menjadi tanggung jawab semua pihak yang terkait dalam proses
pendidikan.
2.1 Fungsi Kurikulum
Kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan
pendidikan di sekolah bagi pihak-pihak yang terkait, baik secara langsung
maupun tidak langsung, seperti pihak guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua,
masyarakat, dan pihak peserta didik itu sendiri. Selain sebagai pedoman, bagi
peserta didik, kurikulum memiliki enam fungsi, yaitu fungsi penyesuaian, fungsi
pengintegrasian, fungsi diferensiasi, fungsi persiapan, fungsi
pemilihan/seleksi, dan fungsi diagnostik.
Kurikulum pada dasarnya merupakan suatu sistem
(system), artinya kurikulum tersebut merupakan suatu kesatuan atau totalitas
yang terdiri dari beberapa komponen, di mana antara komponen satu dengan
komponen lainnya saling berhubungan dan saling mempengaruhi dalam rangka
mencapai tujuan. Komponen-komponen kurikulum tersebut, yaitu tujuan,
isi/materi, strategi pembelajaran, dan evaluasi.
Tujuan kurikulum menggambarkan kualitas manusia yang
diharapkan terbina dari suatu proses pendidikan. Dengan demikian suatu tujuan
memberikan petunjuk mengenai arah perubahan yang dicita-citakan dari suatu
kurikulum. Tujuan yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas pula terhadap
pemilihan isi/bahan ajar, strategi pembelajaran, media, dan evaluasi. Bahkan
dalam berbagai model pengembangan kurikulum, tujuan dianggap sebagai dasar,
arah, dan patokan dalam menentukan komponen-komponen yang lainnya. Tujuan yang
harus dicapai dalam pendidikan di Indonesia bersifat hierarkis, yang terdiri
atas Tujuan Pendidikan Nasional, Tujuan Institusional, Tujuan Mata Pelajaran,
dan Tujuan Instruksional (Umum dan Khusus).
Isi/materi kurikulum menempati posisi yang penting dan
turut menentukan kualitas pendidikan. Secara umum isi/materi kurikulum
merupakan pengetahuan ilmiah yang terdiri atas fakta, konsep, prinsip, dan
keterampilan yang perlu diberikan kepada siswa. Pengetahuan ilmiah tersebut
jumlahnya sangat banyak dan tidak mungkin semuanya dijadikan sebagai isi
kurikulum. Oleh karena itu, perlu diadakan pilihan-pilihan. Untuk menentukan
pengetahuan mana saja yang akan dijadikan isi kurikulum, diperlukan berbagai
kriteria.
Strategi pembelajaran merupakan bagian integral dalam
pengkajian tentang kurikulum. Strategi pembelajaran ini berkaitan dengan
siasat, cara atau sistem penyampaian isi kurikulum. Pada dasarnya ada dua jenis
strategi pembelajaran, yaitu strategi pembelajaran yang berorientasi kepada
guru (teacher oriented) dan yang berorientasi kepada siswa (student oriented).
Strategi pertama disebut model ekspositori atau model informasi, sedangkan
strategi kedua disebut model inkuiri atau problem solving. Strategi mana yang
digunakan atau dipilih biasanya diserahkan sepenuhnya kepada guru dengan
mempertimbangkan hakikat tujuan, sifat bahan/isi, dan kesesuaian dengan tingkat
perkembangan siswa.
Komponen evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian
tujuan kurikulum dan menilai proses implementasi kurikulum secara keseluruhan.
Hasil evaluasi kurikulum dapat dijadikan umpan balik untuk mengadakan perbaikan
dan penyempurnaan kurikulum. Selain itu, hasil evaluasi dapat dijadikan sebagai
masukan dalam penentuan kebijakan-kebijakan pengambilan keputusan tentang
kurikulum dan pendidikan. Gambaran yang komprehensif mengenai kualitas suatu
kurikulum, dapat dilihat dari komponen program, komponen proses pelaksanaan,
dan komponen hasil yang dicapai.
Berbicara Kurikulum berarti berbicara kerangka acuan
yang harus di kuasai oleh Tutor/Pamong belajar dalam menyampaikan materi
pelajaran kepada peserta didik /warga belajar, di dalam kurikululum terdapat
asas-asas kurikulum yang di dalamnya terdapat sejumlah faktor yang harus
dipertimbangkan seperti misalnya:
a) Tujuan pendidikan yang biasanya terkandung dalam
filsafat suatu negara, yang merupakan dasar filsafat.
b) Keadaan masyarakat dengan keaneka ragaman agama, adat
istiadat, ekonomi, sosial.politik dan budaya.
c) Psikologi anak, seperti perkembangannya, minat,
kesanggupan, serta perbedaan antar individu.
d) Organisasi kurikulum seperti bahan pembelajaran,
misalnya, mata pelajaran yang di sajikan dalam bentuk tertentu
Sebagai dasar wawasan yang memungkinkan penulis untuk
dapat mengembangkan yang berkaitan dengan fungsi dan peran kurikulum, maka
terlebih dahulu akan penulis paparkan pengertian dari kurikulum yaitu pedoman
atau acuanyang menginformasikan sejumlah pengalaman dalam proses kegiatan
pembelajaran yang melibatkan perubahan pada mental dan fisik melalui inter aksi
antar peserta didik / warga belajar, peserta didik/warga belajar dengan
guru/pamong belajar/tutor, peserta didik/warga belajar dengan lingkungan serta
suber belajar lainnya dalam upaya pencapaian kompetensi dasar.
Kurikulum dengan sendiri merupakan seperangkat rencana
program dan pengaturan yang di dalamnya terdapat isi serta bahan pengajaran,
merupakan panduan bagi guru dalam menginformasikan sejumlah materi pelajaran
yang menjadi rambu-rambu dalam pelaksanaan proses pembelajaran secara
profesional untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan, yang teruang
dalam tujuan pendidikan nasional.
Kurikulum memiliki dua fungsi, yang terdiri fungsi umum
dan fungsi khusus, fungsi umum dalam kurikulum yaitu sebagai penyedia dan
pengembang individu peserta didik, sementara yang di maksud dengan fungsi
khusus adalah terdiri dari dua hal yang harus di perhatikan yaitu :
a. Fungsi Preventif yaitu, fungsi dimana guru terhindar
untuk melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan ketetapan kurikulum.
b. Fungsi Korektif yaitu merupakan rambu-rambu sebagai
pedoman dalam membetulkan, ketika pelaksanaan menyimpang dari kurikulum.
c. Fungsi Konstruktif, yaitu memberikan yang benar bagi
pelaksanaan serta pengembangan dengan berpedoman pada kurikulum yang berlaku.
Dalam fungsi kurikulum ada hal – hal yang harus
diperhatikan yang erat kaitannya dengan komponen-komponen dalam fungsi
kurikulum yaitu sasaran atau arah yang hendak dituju oleh proses
penyelenggaraan yang tertuang dalam Tujuan Pendidikan Nasional yang merupakan
tujuan jangka panjang juga merupakan Tujuan Ideal Pendidikan Bangsa Indonesia.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam Kurikulum yang
merupakan tuntutan bagi guru/pamong belajar dalam mengembangkan daya nalar
serta wawasan dimana seorang guru ataupun pamong belajar untuk pendidikan non
formal harus mampu menjabarkan hal – hal seperti :
a) Tujuan Institusional, yang merupakan sasaran
pendidikan suatu lembaga pendidikan.
b) Tujuan Kurikuler yaitu tujuan yang ingin di capai
oleh suatu program study yang merupakan suatu target yang ingin dicapai oleh
suatu mata pelajaran yang masih di bagi menjadi tujuan instruksional umum, dan
memerlukan waktu lebih lama (tujuan jangka panjang) memerlukan waktu yang lebih
lama serta sukar di ukur, misalnya penekanan pada peri laku peserta didik/warga
belajar.
c) Isi Kurikulum, yaitu terdiri dari
pengalaman-pengalaman yang aka di peroleh peserta didik/warga belajar, dalam
proses kegiatan pembelajaran di sekolah yang didalamnya mencakup : tujuan
khusus, bahan ajar, media pembelajaran dan sumber belajar, yang di rancang
sedemikian rupa sehingga apa yang diperpleh peserta didik/ warga belajar sesuai
dengan tujuan yang ingi di capai.
d) Metode Pembelajaran, yaitu panduan yang menjembatani
kegiatan peserta didik/warga belajar dalam memperoleh pengalaman belajar dalam
satu kesatuan untuk mencapai tujuan.
e) Evaluasi Kurikulum, adalah media untuk mengetahui
apakah sasaran yang ingin di jangkau dapat tercapai atau tidak, evaluasi adalah
tolak ukur dari kompetensi belajar peserta didik, apakahmateri pelajara yang
telah di sampaikan itu dapat di kuasai oleh peserta didik atau tidak, evaluasi
kurikulum juga adalah merupakan upaya untuk mengukur tingkat keberhasilan
kurikulum, juga tingkat keberhasilan proses kurikulum.
2.2 Peran Kurikulum
Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh
proses pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan
demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan kata lain bahwa kurikulum sebagai
alat untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu pembentukan manusia yang sesuai
dengan falsafah hidup bangsa memegang peranan penting dalam suatu sistem
pendidikan. Maka kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan harus mampu
mengantarkan anak didik menjadi manusia yang bertaqwa, cerdas, terampil dan
berbudi luhur, berilmu, bermoral, tidak hanya sebagai mata pelajaran yang harus
diberikan kepada peserta didik semata, melainkan sebagai aktivitas pendidikan
yang direncanakan untuk dialami, diterima, dan dilakukan.
Kurikulum sekolah merupakan instrumen strategis untuk
pengembangan kualitas sumber daya manusia baik jangka pendek maupun jangka
panjang, kurikulum sekolah juga memiliki koherensi yang amat dekat dengan upaya
pencapaian tujuan sekolah dan atau tujuan pendidikan. Oleh karena itu perubahan
dan pembaruan kurikulum harus mengikuti perkembangan, menyesuaikan kebutuhan
masyarakat dan menghadapi tantangan yang akan datang serta menghadapi kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Karim (Susilo, 2007:10) bahwa: ‘’Dalam
upaya peningkatan mutu pendidikan, salah satunya adalah dengan perubahan
kurikulum, sehingga mulai Cawu 2 Tahun Ajaran 2001/2002 sudah diperkenalkan
kurikulum berbasis kompetensi yang merupakan pengembangan dari kurikulum 1994,
dan kini dikenalkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang hampir sama
dengan kurkulum berbasis kompetensi”.
Dasar perlunya perubahan kurikulum menurut Muhadi
((Susilo, 2007:10)) bahwa: “saat terjadi perkembangan dan perubahan dalam
kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara yang perlu segera dianggap dan
dipertimbangkan dalam penyusunan kurikulum baru pada setiap jenjang dan satuan
pendidikan. Di mana peraturan perundang-undangan yang baru telah membawa
implikasi terhadap pengembangan kurikulum seperti pembaruan dan diversifikasi
kurikulum”.
Kurikulum berbasis kompetensi diharapkan mampu
memecahkan berbagai persoalan bangsa, khususnya dalam bidang pendidikan, dengan
mempersiapkan peserta didik, melalui perencanaan pelaksanaan evaluasi terhadap
sistem pendidikan secara efektif, efisien dan berhasil guna. Kurikulum berbasis
kompetensi dikembangkan untuk memberikan keterampilan dan keahlian bertahan
hidup dalam perubahan, pertentangan, ketidakpastian, dan kerumitan dalam
kehidupan.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ditujukan,
untuk menciptakan tamatan yang kompeten dan cerdas dalam mengemban identitas
budaya bangsanya. Kurikulum ini dapat memberikan dasar-dasar pengetahuan,
keterampilan, pengalaman belajar yang membangun integritas sosial serta
membudayakan dan mewujudkan karakter nasional. Juga untuk memudahkan guru dalam
menyajikan pengalaman belajar yang sejalan dengan prinsip belajar sepanjang
hayat yang mengacu pada empat pilar pendidikan universal sebagaimana yang telah
dicetuskan oleh UNESCO sejak 1970 yakni: learning to know, learning to do,
learning to life together dan learning to be.
KTSP merupakan salah satu upaya pemerintah untuk
mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Hal
tersebut diharapkan dapat dijadikan landasan dalam pengembangan pendidikan di
Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro, meso maupun
mikro. Kerangka makro erat kaitannya dengan upaya politik yang saat ini sedang
ramai dibicarakan yaitu desentralisasi kewenangan dari pemerintah pusat ke
daerah, aspek mesonya berkaitan dengan kebijakan daerah tingkat provinsi sampai
tingkat kabupaten sedangkan aspek mikro melibatkan seluruh sektor dan lembaga
pendidikan yang paling bawah, tetapi terdepan dalam pelaksanaannya yaitu
sekolah.
Pemberian otonomi pendidikan yang luas pada sekolah
merupakan kepeduliaan pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di
masyarakat serta upaya peningkatan mutu pendidikan secara umum. Pemberian
otonomi ini menuntut pendekatan kurikulum yang lebih kondusif di sekolah agar
dapat mengakomodasi seluruh keinginan sekaligus memberdayakan berbagai komponen
masyarakat secara efektif, guna mendukung kemajuan dan sistem yang ada di
sekolah. Dalam kerangka inilah, KTSP tampil sebagai alternatif kurikulum yang
ditawarkan.
KTSP merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi
pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu,
dan efisien pendidikan agar dapat memodifikasikan keinginan masyarakat setempat
serta menjalin kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat, industri, dan
pemerintah dalam membentuk pribadi peserta didik. Hal tersebut dilakukan agar
sekolah dapat leluasa mengelola sumber daya dengan mengalokasikannya sesuai
prioritas kebutuhan serta tanggap terhadap kebutuhan masyarakat setempat.
Partisipasi masyarakat dituntut agar lebih memahami pendidikan membantu, serta
mengontrol pengelolaan pendidikan. Dalam konsep ini sekolah dituntut memiliki
tanggung jawab yang tinggi, baik kepada orang tua, masyarakat, maupun
pemerintah.
Otonomi dalam pengelolaan pendidikan merupakan potensi
bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para staf, menawarkan partisipasi
langsung kepada kelompok terkait dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap
pendidikan. Otonomi sekolah juga berperan dalam menampung konsensus umum
tentang pemberdayaan sekolah, yang meyakini bahwa untuk meningkatkan kualitas
pendidikan sedapat mungkin keputusan dan seharusnya dibuat oleh mereka yang
berada di garis depan (line staf) yang bertanggung jawab secara langsung
terhadap pelaksanaan kebijakan, dan terkena akibat dari kebijakan tersebut,
baik guru maupun kepala sekolah.
Keterlibatan kepada sekolah dan guru dalam pengambilan
keputusan sekolah juga mendorong rasa kepemilikan yang lebih tinggi terhadap
sekolah yang pada akhirnya mendorong mereka untuk menggunakan sumber daya yang
ada efisien untuk mencapai hasil yang optimal. Tujuan utama KTSP adalah
memandirikan dan memberdayakan sekolah dalam mengembangkan kompetensi yang akan
disampaikan kepada peserta didik, sesuai dengan kondisi lingkungan. Pemberian
wewenang (otonomi) kepada sekolah diharapkan dapat mendorong sekolah untuk
melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif.
Di samping lulusan yang kompeten, peningkatan mutu dalam
KTSP antara lain akan diperoleh melalui reformasi sekolah (school reform), yang
ditandai dengan peningkatan partisipasi orang tua, kerjasama dengan dunia
industri, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru,
adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat
menumbuhkembangkan budaya mutu dalam suasana yang kondusif. Pemerataan
pendidikan akan tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat terutama yang
mampu dan peduli, sementara yang kurang mampu akan menjadi tanggung jawab
pemerintah.
Penetapan standar proses pendidikan merupakan kebijakan
yang sangat penting dan strategis untuk pemerataan dan peningkatan kualitas
pendidikan. Melalui standar proses pendidikan setiap guru dan atau pengelola
sekolah dapat menentukan bagaimana seharusnya proses pembelajaran berlangsung.
Proses pembelajaran adalah merupakan suatu sistem. Dengan demikian, pencapaian
standar proses untuk meningkatkan kualitas pendidikan, terutama proses
pembelajaran dapat dimulai dari menganalisis setiap komponen yang dapat
membentuk dan mempengaruhi proses pembelajaran. Begitu banyak komponen yang
dapat mempengaruhi kualitas pendidikan, namun demikian, tidak mungkin upaya
meningkatkan kualitas dilakukan dengan memperbaiki setiap komponen secara
serempak. Hal ini selain komponen itu keberadaannya terpencar, juga kita sulit
menentukan kadar keterpengaruhan setiap komponen.
Namun demikian, komponen yang selama ini dianggap
sangat mempengaruhi proses pendidikan adalah komponen guru. Hal ini memang
wajar, sebab guru merupakan ujung tombak yang berhubungan langsung dengan siswa
sebagai subyek dan obyek belajar. Bagaimanapun bagus dan idealnya kurikulum
pendidikan, bagaimanapun lengkapnya sarana dan prasarana pendidikan, tanpa
diimbangi dengan kemampuan guru dalam mengimplementasikan, maka semuanya akan
kurang bermakna. Oleh sebab itu, untuk mencapai stndar proses pendidikan,
sebaiknya dimulai dengan menganalisis komponen guru. Meyakinkan setiap orang
khususnya pada setiap guru bahwa pekerjaannya merupakan pekerjaan profesional
merupakan upaya pertama yang harus dilakukan dalam rangka pencapaian standar
proses sesuai dengan harapan.
Mengapa demikian, sebab banyak orang termasuk guru
sendiri yang meragukan bahwa guru merupakan jabatan profesional. Ada yang
beranggapan setiap orang bisa menjadi guru walaupun mereka tidak memahami ilmu
keguruan dapat saja dianggap sebagai guru, asal paham materi pelajaran yang
akan diajarkannya. Apabila mengajar dianggap hanya sebagai proses penyampaian
materi pelajaran, pendapat seperti itu ada benarnya. Konsep mengajar yang
demikian, tuntutannya sangat sederhana, yaitu asal paham informasi yang akan
diajarkannya kepada siswa, maka ia dapat menjadi guru. Tetapi, mengajar tidak
sesederhana itu. Mengajar bukan hanya sekadar menyampaikan materi pelajaran,
akan tetapi suatu proses mengubah perilaku siswa sesuai dengan tujuan yang
diharapkan. Oleh sebab itu, dalam proses mengajar terdapat kegiatan membimbing
siswa agar bisa berkembang sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya, melatih
keterampilan baik intelektual maupun motorik sehingga sisiwa dapat dan berani
hidup di masyarakat yang cepat berubah dan penuh persaingan, memotivasi siswa
agar mereka dapat memecahkan berbagai persoalan hidup dalam masyarakat yang
penuh tantangan dan rintangan, membentuk siswa yang memiliki kemampuan inovatif
dan kreatif, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, seorang guru perlu memiliki kemampuan
merancang dan mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang dianggap
cocok dengan minat dan bakat serta sesuai dengan taraf perkembangan siswa
termasuk di dalamnya memanfaatkan berbagai sumber dan media pembelajaran untuk
menjamin efektivitas pembelajaran.
Dengan demikian seorang guru perlu memiliki kemampuan
khusus, kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang yang bukan guru.
Menurut James M .Cooper (1990:64): “A teacher is person charged with the
responsibility of helping others to learn and to behave in new different ways”.
Itulah sebabnya guru adalah pekerjaan profesional yang membutuhkan kemampuan khusu
hasil proses pendidikan yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan keguruan.
Menurut Dr. Wina Sanjaya, M.Pd. (2007:15) bahwa syarat-syarat pokok dari
pekerjaan profesional antara lain:
A. Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu
tertentu secara mendalam yang hanya mungkin diperoleh dari lembaga-lembaga
pendidikan yang sesuai, sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang
dimilikinya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah;
B. Suatu profesi menekankan kepada suatu keahlian dalam
bidang tertentu yang spesifik sesuai dengan jenis profesinya, sehingga antara
profesi yang satu dengan yang lainnya dapat dipisahkan secara tegas;
C. Tingkat kemampuan dan keahlian suatu profesi
didasarkan kepada latar belakang pendidikan yang dialaminya yang diakui oleh
masyarakat, sehingga semakin tinggi latar belakang pendidikan akademis sesuai
dengan profesinya, semakin tinggi pula tingkat keahliannya, dengan demikian
semakin tinggi pula tngkat penghargaan yang diterimanya;
D. Suatu profesi selain dibutuhkan oleh masyarakat juga
memiliki dampak terhadap sosial kemasyarakatan, sehingga masyarakat memiliki
kepekaan yang sangat tinggi terhadap setiap efek yang ditimbulkannya dari
pekerjaan profesinya itu.
Dengan deikian, guru yang profesional berarti dituntut memiliki
ilmu yang bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah; memiliki keahlian sesuai
dengan bidang yang ditekuninya; keahliannya harus sesuai dengan latar belakang
pendidikan yang didapatnya dan profesi guru yang profesional memiliki dampak
sosial kemasyarakatan, baik kepada siswa, keluarga maupun masyarakat.
KESIMPULAN
Kurikulum pada dasarnya merupakan suatu sistem
(system), artinya kurikulum tersebut merupakan suatu kesatuan atau totalitas
yang terdiri dari beberapa komponen, di mana antara komponen satu dengan
komponen lainnya saling berhubungan dan saling mempengaruhi dalam rangka
mencapai tujuan. Komponen-komponen kurikulum tersebut, yaitu tujuan,
isi/materi, strategi pembelajaran, dan evaluasi Fungsi Preventif yaitu, fungsi
dimana guru terhindar untuk melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan
ketetapan kurikulum.
Fungsi Korektif yaitu merupakan rambu-rambu sebagai
pedoman dalam membetulkan, ketika pelaksanaan menyimpang dari kurikulum.
Fungsi Konstruktif, yaitu memberikan yang benar bagi
pelaksanaan serta pengembangan dengan berpedoman pada kurikulum yang berlaku.
Dalam fungsi kurikulum ada hal – hal yang harus
diperhatikan yang erat kaitannya dengan komponen-komponen dalam fungsi
kurikulum yaitu sasaran atau arah yang hendak dituju oleh proses penyelenggaraan
yang tertuang dalam Tujuan Pendidikan Nasional yang merupakan tujuan jangka
panjang juga merupakan Tujuan Ideal Pendidikan Bangsa Indonesia. Yang
berorientasi pada pengertian kurikulum dalam arti luas, maka fungsi kurikulum
mempunyai arti sebagai berikut:
1. Sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan pada
suatu tingkatan lembaga pendidikan tertentu dan untuk memungkinkan pencapaian
tujuan dari lembaga pendidikan tersebut.
2. Sebagai batasan daripada program kegiatan (bahan
pengajaran) yang akan dijalankan pada suatu semester, kelas, maupun pada
tingkat pendidikan tersebut.
3. Sebagai pedoman guru dalam menyelenggarakan Proses
Belajar Mengajar, sehingga kegiatan yang dilakukan guru dengan murid terarah
kepada tujuan yang ditentukan.
Dengan demikian fungsi kurikulum pada dasarnya adalah
program kegiatan yang tercantum dalam kurikulum yang akan mempengaruhi atau
menentukan bentuk pribadi murid yang diinginkan. Oleh karena itu pengembangan
kurikulum perlu memperhatikan beberapa hal:
a) Tuntutan pembangunan daerah dan nasional.
b) Tuntutan dunia kerja.
c) Aturan agama, perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni.
d) Dinamika perkembangan global.
e) Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Dalam melakukan pengembangan kurikulum, jika memperhatikan
hal-hal tersebut di atas, maka akan menghasilkan peserta didik yang memiliki
kepribadian sebagai seorang muslim dan mampu menyesuaikan diri di mana mereka
hidup di tengah-tengah masyarakat
Kurikulum memiliki peranan yang sangat strategis dalam
pencapaian tujuan pendidikan. Terdapat tiga peranan kurikulum yang dinilai
sangat penting, yaitu peranan konservatif, peranan kritis atau evaluatif, dan
peranan kreatif. Ketiga peranan kurikulum tersebut harus berjalan seimbang dan
harmonis untuk mencapai tujuan pendidikan secara optimal. Pelaksanaan ketiga
peranan kurikulum menjadi tanggung jawab semua pihak yang terkait dalam proses
pendidikan. Berdasarkan beberapa uraian tentang Fungsi dan Peran kurikulum,
maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini:
Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh
proses pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan
demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan kata lain bahwa kurikulum sebagai
alat untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu pembentukan manusia yang sesuai
dengan falsafah hidup bangsa memegang peranan penting dalam suatu sistem
pendidikan. Maka kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan harus mampu
mengantarkan anak didik menjadi manusia yang bertaqwa, cerdas, terampil dan
berbudi luhur, berilmu, bermoral, tidak hanya sebagai mata pelajaran yang harus
diberikan kepada peserta didik semata, melainkan sebagai aktivitas pendidikan
yang direncanakan untuk dialami, diterima, dan dilakukan. Fungsi kurikulum
identik dengan pengertian kurikulum itu sendiri yang berorientasi pada
pengertian kurikulum dalam arti luas, maka fungsi kurikulum mempunyai arti
sebagai berikut:
1. Sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan pada
suatu tingkatan lembaga pendidikan tertentu dan untuk memungkinkan pencapaian
tujuan dari lembaga pendidikan tersebut.
2. Sebagai batasan daripada program kegiatan (bahan
pengajaran) yang akan dijalankan pada suatu semester, kelas, maupun pada
tingkat pendidikan tersebut.
3. Sebagai pedoman guru dalam menyelenggarakan Proses
Belajar Mengajar, sehingga kegiatan yang dilakukan guru dengan murid terarah
kepada tujuan yang ditentukan.
Dengan demikian fungsi kurikulum pada dasarnya adalah
program kegiatan yang tercantum dalam kurikulum yang akan mempengaruhi atau
menentukan bentuk pribadi murid yang diinginkan. Oleh karena itu pengembangan
kurikulum perlu memperhatikan beberapa hal:
a) Tuntutan pembangunan daerah dan nasional.
b) Tuntutan dunia kerja.
c) Aturan agama, perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni.
d) Dinamika perkembangan global.
e) Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Dalam melakukan pengembangan kurikulum, jika
memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka akan menghasilkan peserta didik
yang memiliki kepribadian sebagai seorang muslim dan mampu menyesuaikan diri di
mana mereka hidup di tengah-tengah masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Anwar. 2007. Profil Baru Guru & Dosen
Indonesia: Idealis, Profesional, Sejahtera. Jakarta: Pustaka Indonesia.
Cooper, James M. (ed.) 1990. Classroom Teaching Skill.
Lexington, Massachusetts Toronto: D.C. Heath and Company.
Nurdin, Muhamad. 2004. Kiat menjadi Guru Profesional.
Jogjakarta: Prismasophie.
Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran:
Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.
Susilo, Muhammad Joko. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan: Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya.
Yogyajarta: Pustaka Pelajar Offset.
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan
Nasional. Bandung: Fokusmedia
Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005. Guru dan Dosen.
Bandung: Fokusmedia
keren.. :)
BalasHapussankyu..
BalasHapus